KUALITAS HADIS DALAM SUNAN AD-DARIMY TENTANG TAWASUL DENGAN KUBURAN RASULULLAH SAW (Tanggapan atas Penilaian Gus Muhammad Idrus Ramli)


Hadis dalam Sunan al-Darimi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

حدثنا أبو النعمان ثنا سعيد بن زيد ثنا عمرو بن مالك النكري حدثنا أبو الجوزاء أوس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة فقالت انظروا قبر النبي صلى الله عليه و سلم فاجعلوا منه كووا إلى السماء حتى لا يكون بينه وبين السماء سقف قال ففعلوا فمطرنا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقت من الشحم فسمي عام الفتق. قال حسين سليم أسد : رجاله ثقات وهو موقوف على عائشة

“Telah bercerita kepada kami Abu al-Nu’man, telah bercerita kepada kami Sa’id bin Zaid, telah bercerita kepada kami Amr bin Malik al-Nukri, telah bercerita kepada kami Abul-Jauza’ Aus bin Abdullah, berkata: “Suatu ketika penduduk Madinah mengalami musim paceklik yang sangat parah. Mereka mengadu kepada Aisyah. Lalu Aisyah berkata: “Kalian lihat makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, buatkan lubang dari makam itu ke langit, sehingga antara mao’kam dan langit tidak ada atap yang menghalanginya.” Mereka melakukannya. Setelah itu, hujan pun turun dengan lebat sekali, sehingga rerumputan tumbuh dengan subur dan unta-unta menjadi sangat gemuk.” (HR. al-Darimi [98].

Menurut Gus Ramli hadis di atas adalah HASAN atau SHOHIH. Beliau pun mencela pendho’ifan oleh Al-Albany.

http://www.idrusramli.com/2013/akhirnya-aku-tak-lagi-percaya-pada-syaikh-nashiruddin-al-albani/

saya Inshaa Allah tertarik menjelaskan sedikit ttg posisi al-Albani dalam konteks keilmuan hadis sebagai pembanding atas pandangannya Muhammad Idrus Ramli..

Perbedaan pendapat dlm menilai hadis adalah hal biasa krn ijtihadi terutama jika data-data “jarh wa ta’dil” dari diri masing2 para perawi yg cukup “samar” dan berada di wilayah “abu-abu” yg interpretable dan relatif antara jarh atau ta’dil.. Ulama hadis mutaqaddimin pun mengakuinya secara teorits dan praktis. Dari sini, ana merasa ada sikap dan pernyataan yg berlebihan dari Muhammad Idrus Ramli terhadap Syaikh al-Albani.

Berikut beberapa catatannya:

  • Hadis yang kita bahas ini hanya diriwayatkan oleh al-Darimy. Tidak ada satu pun di antara ulama hadis yang menjadi murid dan meriwayatkan hadis dari Abu Nu’man meriwayatkan hadis ini kecuali Ad-Darimy. Sementara patut diingat bahwa periwayatan oleh Ad-Darimy dalam Kitab Sunannya belum tentu pensahihan atas hadis tersebut. Hal ini dilihat dari metodologi ulama hadis dalam periwayatan dan syarat masing2 shohib al-kitab dalam pencantuman hadis-hadis dalam kitabnya. Kondisi ini terbukti bila kita mencermati data dan bukti bahwa dalam Sunan al-Darimy terdapat sekitar 626 hadis dho’if (15 diantaranya sangat lemah) menurut penelitian Husain Salim Asad al-Darany. Ada beberapa komentar ulama hadis ttg Sunan Ad-Darimy, namun tidak ana cantumkan spy tdk terlalu panjang.
  • Ada sekitar 55 murid Abu Nu’man sebagaimana catatan al-Mizzi, dll. Di antaranya Imam al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Qiro’ah khafal Imam (2 hadis) ataupun dalam kitab Adabul Mufrad, Muslim, An-Nasa’i dlm Sunannya, Imam Ahmad dalam Musnadnya, Ibnu Zanjuwaih (w. 251 H) dalam Kitabnya al-Amwal, Ibn Abi Usamah (w. 282 H) dlm Kitabnya Bughyah al-Bahits ‘an Zawaid Musnad al-Harits, Al-Bazar (w. 292 H) dalam Musnadnya (6 hadis), dll. Namun, Tidak ada satu pun di antara mereka yg meriwayatkan hadis seperti di atas kecuali Ad-Darimy.
    Demikian pula, tidak ada imam-imam hadis yang meriwayatkan hadis dari Abu Nu’man melalui perantaraan guru2 mereka (bi waasithoh) meriwayatkan hadis semacam itu dari Abu Nu’man seperti Imam An-Nasa’i dalam al-Sunan al-Kubra, Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Sahihnya, At-Thobrany dalam al-Mu’jam al-Kabir, Abi ‘Awanah dalam Mustakhrajnya, Ibn al-Jarud dalam al-Muntaqo, Ar-Ruyani dalm Musnadnya, Al-Daulaby al-Razy (w. 310 H) dalam al-Kuna wa al-Asma’, dll… yang terlalu panjang utk ditulis di sini..
  • Demikianlah, data yg ana temukan bahwa hadis tsb hanya diriwayatkan oleh al-Darimy. Tidak ada disebut dalam berbagai kitab hadis Mutun al-hadis, al-Ajza’ al-haditsiyah, dan Makhtuuthot al-Haditsiyah (manuskrip hadis). Hal ini disimpulkan setelah menelusuri lebih dari ratuasan kitab dalam tiga kelompok tersebut. Dengan demikian hadisnya gharib mutlak, tidak ada yang mengeluarkannya kecuali Ad-Darimy dari Abu Nu’man, dan hanya Abu Nu’man dari Sa’id bin Zaid, dan hanya beliau yang meriwayatkan dari ‘Amru bin Malik an-Nukry, dan hanya an-Nukry yang meriwayatkan dari Abu al-Jauza’ Aus bin ‘Abdillah dan hanya Abu al-Jauza’ yang meriwayatkan kisah itu dari Aisyah RA.
    Kesimpulan awal : Hanya satu jalur dari awal hingga akhir (tafarrud) tanpa mutaba’ah dan syawahid. Sementara dalam sanadnya terdapat bbrp perawi “yg memiliki catatan khusus (jarh)”, Ditambah lagi masalahnya menjadi “berat” karena hadis itu berbicara masalah AQIDAH yg para ulama hadis sendiri biasanya lebih ketat (tasyaddud) daripada masalah lain sprt fadhoil, akhlak dan siroh..
  • ita bahas dulu tentang perawinya.. Abu al-Jauza’ Aus bin ‘Abdillah tidak perlu dibahas, beliau tsiqoh sebagaimana pendapat Abu hatim, Ibn Hibban, Al-Dzahaby, dll walaupun banyak melakukan irsal dan dinilai oleh al-Bukhari bhw sanad hadisnya perlu diteliti lagi (fihi nazhorun) dan diperselisihkan kesahihan hadisnya. Namun, Al-Hafidz Ibn Hajar dan Ibn ‘Ady mengklarikasi bhw jarh itu terkait dgn riwayat salah satu muridnya bernama ‘Amr bin Malik an-Nukry.. muridnya yg juga menjadi perawi hadis yg kita diskusikan inilah yg akan kita analisa.. Insya Allah..
  • Menurut catatan al-Mizzi, ada sekitar 11 orang murid yang meriwayatkan hadis dari Abu al-Jauza’.. seluruhnya tsiqoh–bahkan ada yg tsiqoh tsabtun al-hafidz yaitu Qatadah bin Di’amah–kecuali 2 orang yaitu Aban bin Abi Ayyasy yang matruk dan satu lagi ‘Amr bin Malik an-Nukry yg statusnya akan kita telusuri… Sekali lagi, tidak ada di antara mereka yang tsiqoh itu meriwayatkan hadis yg kita bahas dari guru mereka, Abu al-Jauza’ sprt riwyata teman seperguruan mereka ‘Amr bin Malik an-Nukry di atas..
  • Abu Yahya ‘Amru bin Malik an-Nukry (w. 129 H). Walaupun Ibn Hibban mencantumkannya dalam at-Tsiqot, namun beliau memberi catatan : Yu’tabar haditsuhu min ghair riwayah ibnihi ‘anhu, yukhti’ wa yughrib.. Catatan menarik dari Ibnu Hibban dlm kitabnya al-Majruuhin (3/114) ketika membahas status anaknya, Yahya bin ‘Amr bin Malik al-Nukry yg mengindikasikan perlunya sikap kehatian thd riwayatnya kemungkinan mungkarnya riwayat disebabkan dirinya (Yahya) atau bapaknya (‘Amr) atau krn kedua2nya..
  • Melanjutkan diskusi kita ttg Kritik sanad (Naqd al-sanad) atas hadis di atas;.. Setelah Abu al-Jauza’ lolos screening… ditemukan Illat yang terindikasi kuat dalam sanad hadis tsb pada perawi ‘Amr bin Malik al-Nukry. …Hal ini dilandasi beberapa alasan :
    (1) Ulama Hadis Mutaqaddimin yang menilai positif (ta’dil) kepada ‘Amr bin Malik an-Nukry hanyalah Ibnu Hibban. Itupun dengan mencantumkannya dalam Kitab al-Tsiqot
    Perlu diketahui bahwa menurut Ibnu Hajar, manhaj Ibnu Hibban termasuk tasahul karena mencantumkan semua perawi majhul asal dia diriwayatkan oleh satu orang yg tsiqoh. (Lisan al-Mizan 1/107) Komentar Ibnu Hajar ttg tercantumnya Ayyub al-Anshory dlm al-Tsiqot padahal Ibnu Hibban menilainya “saya tidak tahu dia siapa dan anak siapa dia” (لا أدري من هو، ولا ابن من هو). Data yang ana dapatkan, bahwa ada 32 perawi dalam Kitab Al-Tsiqot tsb yang Ibnu Hibban cantumkan padahal beliau tidak kenal orangnya (majhul ‘ain) dan tidak kenal statusnya (majhul hal).
    Pencantuman perawi oleh Ibnu Hibban dlm Kitabnya al-Tsiqot TIDAK bermakna dia valid utk dijadikan hujjah (ihtijaj bih). Karena Ibn Hibban Kadang mencantumkannya krn statusnya sholih lil I’tibar atau perawi yg mastur majhul tapi tidak diketahui oleh Ibnu Hibban ada jarhnya. Sehingga secara umum perawi dalam al-tsiqot dibagi dua yaitu dpt dijadikan hujjah dan kedua hanya sebagai i’tibar (penguat validitas perawi lain): رجال (الثقات) فيهم الثقة المحتج به، وفيهم الصالح للاعتبار وليس بحجة.
  • Ibnu Hibban dalam al-Tsiqot (7/228) berkomentar tentang ‘Amr bin Malik al-Nukry
    يعتبر حديثه من غير رواية ابنه عنه
    Apa artinya ini? Ulama hadis menggunakan ungkapan ini jika perawi tsb hadisnya hanya cocok untuk dijadikan penguat (i’tibar) baik sbg syahid atau mutabi’ bukan di level ihtijaj (Tahrir Ulum Hadis 1/593).. Sementara Hadis dari ‘Amr bin Malik di atas gharib mutlak tanpa ada i’tibar, bagaimana bisa dinilai shohih dgn level ihtijaj?
  • Apa lagi ada keterangan tambahan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar (Tahzib Tahzib 8/96)
    قال ( أى ابن حبان ) : يعتبر حديثه من غير رواية ابنه عنه ، يخطىء و يغرب . اهـ .

    Ini berarti status ketsiqohannya fi mahalli at-taraddud antara status tsiqoh dan dho’if (Lihat Tahrir ‘Ulum Hadis (1/326) ttg Metode ta’dil Ibnu Hibban) sekaligus mengingatkan bagi yg mengambil hadis darinya untuk meneliti kembali. Atau dgn bahasa lain tidak hanya mencukupkan diri pada penilaian global (mujmal) yaitu pencantumannya di Kitab Tsiqot.
    Pembuktian penilaian “Yukhti’ wa yughrib” inilah yang InsyaAllah akan kita telusuri juga..

  • Penilaian Imam al-Bukhari terhadap sanad ‘Amr bin Malik an-Nukry dari Abul Jauza’ dalam Tarikh al-Kabir (2/16). Imam al-Bukhari berkata :
    في إسناده نظر
    Apa konsekwensi yg terkandung dalam ungkapan itu? Al-Bukhari sendiri menjelaskan : (Apabila aku menyatakan fulan dalam hadisnya perlu diteliti lagi berarti perawi itu lemah dan “tertuduh” (إذا قلت: فلان في حديثه نظر، فهو واه متهم). Sebagaimana dikutip oleh Imam al-Dzahaby dalam Siyar A’lam an-Nubala’ 12/441.
    Minimal perawi tersebut perlu diselidiki hadisnya dengan menghadirkan I’tibar (penguat).
    Sayangnya, data yg ana miliki, hadis riwayat ad-Darimy di atas tidak memiliki I’tibar.. @mohon dikoreksi bila ana salah..
  • Penilaian Ibnu Ady al-Jurjany (w. 365) dalam Kitabnya al-Kamil fi Dhu’afa al-Rijal (6/258) bahwa ‘Amr bin Malik al-Nukry adalah seorang perawi meriwayatkan hadis mungkar dari perawi-perawi tsiqoh dan “mencuri” hadis (منكر الْحَدِيث عَن الثقات، وَيَسْرِقُ الحديث ). Ini adalah termasuk bentuk kategori jarh yang berat. Ibnu ‘Ady juga mengutip penilaian Abu Ya’la bahwa al-Nukry adalah perawi dho’if (عَمْرو بْن مالك النكري كَانَ ضعيفا)
  • Penilaian Al-Hafidz ibnu Hajar dalam Taqrib (1/426) :
    5104- عمرو ابن مالك النكري بضم النون أبو يحيى أو أبو مالك البصري صدوق له أوهام من السابعة مات سنة تسع وعشرين عخ 4
    Apa makna ungkapan Shoduq lahu Awhaam ini?
    – Sebagaimana tahqiq Syaikh syu’aib al-Arnaut, penilaian al-hafidz ini sendiri merujuk kepada pendapat Ibnu Hibban. Dan maksud Ibnu Hibban tsb sudah ana diterangkan di atas.
    – Perlu diketahui bahwa,penilaian dalam Taqrib merupakan penilaian atas rawi secara umum dan bukan marwiyat secara khusus. Sehingga penilaian “shoduq lahu awham” bukanlah menjadikan otomatis semua riwayatnya dihukumi status HASAN. Peringkat ungkapan ini adalah di level (rutbah) ke-5. Masuk ta’dil tapi termasuk bentuk ta’dil yang paling lemah. Apalagi jika dihadapkan dengan jarh para ulama lain, maka semakin jatuh..
    Catatan “lahu awham” justru mengindikasikan perlunya mewaspadai “wahm” berupa “nakarah” yang mebuat hadis-hadisnya menjadi “ghair mahfudzah” sehingga sangat perlu adanya mutaba’ah jalur sanad lain yang bisa menguatkan validitas periwayatan sang perawi tersebut. Merujuk Ibnu Hajar dalam Tahzib (1/384) :
    وقال ابن عدي: “حدث عنه عمرو بن مالك قدر عشرة أحاديث غير محفوظة
    “Ibnu Ady berkata : ‘Amr bin Malik meriwayatkan hadis darinya–yaitu Abul Jauza’–sekitar10 hadis yang ghair mahfudzah (dho’if krn mungkar atau syadz)”.. Maka, di antara kesepuluh hadis tersebut sangat kuat indikasinya adalah hadis yg kita bahas ini. Karena di antara para murid Abu al-Jauza’ yang tsiqoh itu tidak ada yg meriwayatkan hadis seperti al-Nukry, padahal level ketsiqohannya di bawah mereka. Hingga hadis itu sampai kepada Abu Nu’man (yang diakhir umurnya mengalami ikhtilat—campur baur periwayatan), di antara 55 muridnya, tidak ada yang mau meriwayatkan atau mendokumentasikan dalam kitab hadis mereka selain al-Darimy dalam Sunannya.
  • Walaupun Imam Adz-Dzahaby menilai “wutsiqo” yang merupakan ta’dil yang juga lemah karena bersandar pada kesendirian Ibnu Hibban dlm ta’dil (penilaian positif). Anehnya, Imam adz-Dzahaby sendiri menyebut perawi ‘Amr bin Malik al-Nukry dari Abu al-Jauza’ masuk dalam daftar al-Mughny fi ad-Dhu’afa 2/489 (tahqiq Dr. Nuruddin ‘Itr) (Perawi no. 4700).
  • Ibnu al-Jauzy mencantumkan perawi ‘Amr bin Malik al-Nukry dalam daftar para perawi dho’if dalam Kitab ad-Dhu’afa wa al-Matrukin (2/231, perawi nomor 2585 ) dengan mengutip penilaian Ibnu Ady dan Abu Ya’la al-Maushuly.
  • Kesimpulan Kritik Sanad :
    Menggunakan kaidah tarjih “al-jarh muqaddamun ‘ala at-ta’dil” untuk mentarjih dengan dengan argumen indikasi (qorinah) :
    Keutamaan para ulama al-jarih atas al-mu’dil dengan sikap munshif mereka
    2. Penilaian Ulama hadis mutaqaddimin yang lebih dekat masanya atas penilaian muta’akhirin yang jauh dari masa hidup perawi
    3. Penilaian jarh mufassar atas ta’dil mujmal
    4. Jumlah penilai jarh lebih banyak daripada yg men-ta’dil
    5. Kekuatan ibarat (ungkapan) dari para ulama pen-jarh dibanding para pen-ta’dil
    Dengan demikian, ‘Amr bin Malik al-Nukry tidak bisa begitu saja dinilai HASAN dalam kondisi tafarrud-nya tanpa ada mutaba’ah dari perawi lain yg menguatkan ketsiqohan riwayat daei gurunya Abu al-Jauza’. Jika tidak ada, maka menguatkan hadisnya DHO’IF.
  • Kritik Matan hadis di atas :
    (1) Jika hadis di atas benar, maka kejadian kemarau di masa Umar bin al-Khattab akan disikapi dengan solusi yang sama. Namun, justru hadis di atas tidak sejalan dengan riwayat2 yang shohih tentang solusi menghadapi kemarau panjang yaitu dengan sholat istisqo dan hadis tetang tawasul dengan dengan al-Abbas bin Abdul Muthallib . Mungkar-nya hadis yang menyikapi kemarau dengan membongkar atap rumah Aisyah untuk membuat lubang agar tidak ada hijab makam Rasulullah SAW dengan langit dapat ditelusuri dengan penyikapan para ulama hadis terhadap kedua hadis tersebut. Tidak ada satu pun ulama hadis yang mencantumkan hadis tersebut yang dalam periwayatan mereka kecuali ad-Darimy dan itupun tanpa pentashihan darinya. Sementara, hadis ttg tawasul kepada al-Abbas terdapat dalam hadis sahih riwayat Al-Bukhari, al-Baihaqy, al-Baghawy, Ibnu Hibban, at-Thabraby, Abu ‘Awanah, dll. Demikian pula, berdasar penelusuran terhadap 133 kitab syarah hadis), ternyata para ulama hadis yang mensyarah hadis tidak ada yang menyebut2 hadis tersebut kecuali Mulla ‘Ali al-Qary dalam Muraqah Miskatul Mashobih utk mensyarahnya

(2) Demikian pula, gharibnya matan hadis tersebut dapat ditelusuri dengan penyikapan para ulama fiqih terhadap hadis tersebut . Tidak ada dalam berbagai Kitab madzahib al-Arba’ah berhujjah dengan hadis itu dalam pembahasan . Dalam penelusuran saya terhadap sekitar 50 Kitab Fiqih dalam Mazhab Syafi’i, tidak ada yang mengutip dan berhujjah dengan hadis tersebut. Sementara para ulama fiqh Syafi’iyah berhujjah dengan tawasulnya Umar dengan Abbas. Lihat al-Iqna’ 1/193, Tuhfatul Muhtaj 3/79, Mughny al-Muhtaj 1/107, Asnal Matholib 1/291, Hasyiyah al-Bujairimy 2/242,dll. Dalam perspektif fiqih, meminjam istilah mazhab Maliki, cara tersebut bisa menjadi ‘amal ahl al-Madinah yang seharusnya tercatat dalam Kitab2 fiqih Malikiyah.. nyatanya tidak ada..

(3) Tidak ada konfirmasi dari data sejarah dalam buku2 siroh atau tarikh tentang penduduk Madinah terkait kejadian yang cukup penting ini. Wallahu A’lam bisshowaab..

  • Tanpa perlu melanjutkan analisa pada perawi dibawahnya baik Sa’id bin Yazid ataupun Abu an-Nu’man,
    Kita bisa menarik kesimpulan umum : Hadis di atas adalah hadis DHO’IF. Bagaimana bisa hadis dengan kualitas perawi semacam ini dijadikan sandaran hujjah dalam masalah aqidah Apalagi jika tanpa ada jalur perawi lain yang lebih tsiqoh (tabi’) yang menopang kekuatan validitas sandaran riwayatnya (i’tibar) kepada Abu al-Jauza’ atau kepada perawi lain sebagai syahid atas peristiwa di masa Aisyah RA tersebut?

==Maaf, belum sempat diedit tulisannya.. 🙂



3 tanggapan untuk “KUALITAS HADIS DALAM SUNAN AD-DARIMY TENTANG TAWASUL DENGAN KUBURAN RASULULLAH SAW (Tanggapan atas Penilaian Gus Muhammad Idrus Ramli)”

  1. kl Jantan ketemu langsung,,,,
    diskusikan….
    berani nggak….
    NANTI AKAN KETAHUAN,,siapa yg berilmu….

    1. Jawab aja dulu di sini, bang… kalau anda punya jawaban… monggo.. 🙂

    2. kalo bang aly punya bantahan atas artikel di atas, yang tulis aja keless. ada internet dimanfaatin, jgn dikit2 ngajak ketemuan, ujung2nya berantem 🙂

Tinggalkan komentar

About Me

M. Syukrillah, S.Th.I, M.Ag. Alumni Ma’had Umar bin al-Khattab Surabaya UMSIDA, IAIN Sunan Ampel Surabaya dan UIN Sunan Ampel Surabaya

Newsletter