WASPADAI TANDA KIAMAT DI BALIK KEMEGAHAN MASJID


Tanda Dekatnya Kiamat terkait Kemegahan Masjid

Di akhir zaman ini tidak jarang kita menyaksikan manusia berlomba membangun masjid dengan penuh kemegahan, semakin diperluas dan dihias dengan penuh keindahan arsitektur dan taman-taman yang menawan, diperkokoh dengan struktur yang kuat menjulang. Namun tidak jarang, itu sekedar untuk dibanggakan oleh penduduknya, atau menjadi distinasi tempat singgah dan selfi bagi wisatawan dari luar.

Masjid hanya ramai dengan syi’ar hanya pada saat sholat jum’at dan sholat hari raya.. sementara di setiap sholat lima waktu, masjid dan musholla yang megah, indah dan luas begitu sepi diisi hanya segelintir orang, dan itupun mayoritas orang tua yang umurnya udzur.

Itulah tanda-tanda kiamat akan terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِى الْمَسَاجِدِ

“Tidak (akan) terjadi hari kiamat, sampai orang-orang saling membanggakan masjidnya.” (HR. Abu Daud, no. 449; An-Nasa’i, no. 689; Ibnu Majah, no. 739 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud)

Sahabat Nabi, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

يَتَبَاهَوْنَ بِهَا ، ثُمَّ لاَ يَعْمُرُونَهَا إِلاَّ قَلِيلاً

“Mereka saling membanggakannya, kemudian tidak ada yang memakmurkan melainkan sedikit.”

Bagaimana cara memakmurkan masjid?

Firman Allah ta’ala:

“36. Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, 37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. 38. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (an-Nuur: 36-38)

Memakmurkan masjid adalah dengan hadir sholat berjama’ah di dalamnya, berdzikir, membaca al-Quran dan hadir duduk mendengarkan majlis ilmu untuk tafadqquh fiddin di masjid. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang beriman kepada Allâh dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allâh, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allâh)” [At-Taubah/9:18]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ … وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ

Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allâh dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya… (di antaranya) yaitu seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid. [HSR. Al-Bukhâri, no. 1357 dan Muslim, no. 1031)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Artinya, dia sangat mencintai masjid dan selalu berada disana untuk melaksanakan shalat berjamaah.” (Syarah Shahîh Muslim, 7/121)

Masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الْبِلاَدِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلاَدِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا.

“Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar.” (HR. Muslim, no. 671)

Masjid adalah syi’ar agama Allah. Memakmurkannya dengan sholat berjama’ah dan majlis taklim adalah tanda taqwa. Allah Azza wa Jalla berfirman:

 ذَلِكَ وَمَنْ یُعَظ ِّمْ شَعَائِرَ الله َِّ فَإِنَّھَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32).

HIDUPKAN SHOLAT BERJAMA’AH

Betapa tegasnya perintah untuk sholat berjama’ah di masjid, sampai orang buta yang tidak punya penuntun jalan pun tetap disuruh ke masjid. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».

”Wahai Rasulullah, saya  tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun  ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya,“Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Rasulullah bersabda,”Penuhilah seruan (adzan) itu.” (Hr. Muslim)

Sehingga, Imam Asy Syafi’I, imam mazhab fiqih yang kita ikuti mengatakan:

وأما الجماعة فلا ارخص في تركها إلا من عذر

“Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur (kesulitan).”

Imam Nawawi rahimahullah, mujtahid dalam mazhab Syafi’i berkata,

لاَ رُخْصَةَ فِي تَرْكِ الجَمَاعَةِ سَوَاءٌ قُلْنَا سُنَّةٌ أَوْ فَرْضُ كِفَايَةٍ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ عَامٍ أَوْ خَاصٍ

“Tidak ada keringanan meninggalkan shalat berjamaah, baik kita memilih pendapat shalat berjamaah itu sunnah ataukah fardhu kifayah. Boleh meninggalkan shalat berjamaah ketika ada uzur secara umum (seperti hujan lebat) atau pun khusus (Sakit, Sangat lapar atau haus, Ingin buang hajat, takut kecurian, dll).” (Raudhah Ath-Thalibin, 1:240)

Betapa ruginya orang yang meninggalkan sholat berjama’ah di masjid karena tidak mendapatkan bagian pahala dan keutamaan yang dijanjikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Shalat seseorang dengan berjama’ah lebih banyak pahalanya daripada shalat sendirian di pasar atau di rumahnya, yaitu selisih 20 sekian derajat. Sebab, seseorang yang telah menyempurnakan wudhunya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan untuk shalat, tiap ia melangkah satu langkah maka diangkatkan baginya satu derajat dan dihapuskan satu dosanya, sampai ia masuk masjid. Apabila ia berada dalam masjid, ia dianggap mengerjakan shalat selama ia menunggu hingga shalat dilaksanakan. Para malaikat lalu mendo’akan orang yang senantiasa di tempat ia shalat, “Ya Allah, kasihanilah dia, ampunilah dosa-dosanya, terimalah taubatnya.” Hal itu selama ia tidak berbuat kejelekan dan tidak berhadats.” (HR. Bukhari no. 477 dan Muslim no. 649).

Dari hadis tersebut, kebaikan yang didapat orang yang berjama’ah di masjid:

  1. Pahalanya 27 kali lipat, jika dalam sehari = 5 kali berjama’ah mengumpulkan 135. Sementara yang sholat sendirian hanya dapat 5. Jika saja pahala diberikan dalam bentuk uang 10.000 maka, yg sholat berjama’adh di masjid dapat 1 juta 350 rb, dan sholat sendirian hanya 50 rb.
  2. Setiap langkah menghapuskan dosa dan dinaikan derajat.
  3. Sudah dicatat sebagai pahala sholat selama waktu duduk menunggu mulai pelaksanaan sholat.
  4. Malaikat mendoakan sejak masuk masjid hingga keluar.

Sahabat Nabi bernama ‘Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ

“Barangsiapa yang ingin bergembira ketika berjumpa dengan Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat ini (yakni shalat jama’ah) ketika diseru untuk menghadirinya. Karena Allah telah mensyari’atkan bagi nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam sunanul huda (petunjuk Nabi). Dan shalat jama’ah termasuk sunanul huda (petunjuk Nabi). Seandainya kalian shalat di rumah kalian, sebagaimana orang yang menganggap remeh dengan shalat di rumahnya, maka ini berarti kalian telah meninggalkan sunnah (ajaran) Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian akan sesat (Hr Muslim)

Saking inginnya Rasulullah SAW agar kita pengikut beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan berharga ini, sampai beliau berikan peringatan dan ancaman dengan bersabda,

وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَمْرِ بِحَظَبٍ فَيَحْطَبْ ثُمَّ أَمْرِ بِالصَّلَاةِ فَيُؤْذَنُ هَا ثُمَّ أَمْرِ رِجَلاً فَيَوْمَ النَّاسِ ثُمَّ أَخَالَفُ إِلَى رِجَالٌ فَاحْرُقِ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan salat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)

Waktu sholat berjama’ah di masjid yang terutama sekali yang dijaga adalah sholat isya dan subuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيْهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً

“Tidak ada shalat yang paling berat bagi orang munafik daripada shalat Shubuh dan Isya. Seandainya mereka mengetahui pahala keduanya, pasti mereka mendatanginya walaupun dalam keadaan merangkak.” (HR. Bukhari, no. 657 dan Muslim, no. 651).

Apa pahalanya sehingga diusahakan datang walau dengan merangkak? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan,

مَنْ صَلَّى العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ ، فَكَأنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ في جَمَاعَةٍ ، فَكَأنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

‘Barangsiapa yang melaksanakan shalat Isya berjamaah, maka seolah ia telah melaksanakan shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka seolah ia telah melaksanakan shalat semalaman penuh.’” (HR. Muslim, no. 656)

Jangan kita jadikan jauhnya jarak rumah dari masjid sebagai alasan untuk malas sholat berjama’ah lima waktu di masjid. Karena Rasulullah SAW bersabda:

إنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أجْراً في الصَّلاةِ أبْعَدُهُمْ إلَيْهَا مَمْشىً

“Sesungguhnya orang yang paling besar pahalanya di dalam shalat adalah yang paling jauh berjalan menuju shalat (Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari, no. 651 dan Muslim, no. 669)

HIDUPKAN MAJELIS ILMU DAN PENGAJIAN

Demikian pula, jangan malas untuk hadir ke masjid jika diundang hadir pengajian di sana. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ

“Siapa yang berangkat ke masjid yang ia inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8:94. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 86 menyatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2699)

Majelis ilmu adalah taman surga yang membuat seseorang merasakan ketenangan.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” [HR Tirmidzi, no. 3510, Ash Shahihah, no. 2562]



Tinggalkan komentar

About Me

M. Syukrillah, S.Th.I, M.Ag. Alumni Ma’had Umar bin al-Khattab Surabaya UMSIDA, IAIN Sunan Ampel Surabaya dan UIN Sunan Ampel Surabaya

Newsletter